Voetbal' di Batavia
Piala  Dunia 2010 sudah berakhir. Tim Oranye belum beruntung melawan Spanyol  di final. Bagaimanapun, Belanda memperkenalkan sepak bola ke Hindia  Belanda. Ada baiknya kita sedikit menengok tentang voetbal (sepak bola) di Batavia. Di akhir tahun 1920, pertandingan voetbal atau sepak bola sering kali digelar untuk meramaikan pasar malam. Pertandingan dilaksanakan sore hari.
Sebenarnya  selain sepak bola, bangsa Eropa termasuk Belanda juga memperkenalkan  olahraga lain, seperti kasti, bola tangan, renang, tenis, dan hoki.  Hanya, semua jenis olahraga itu hanya terbatas untuk kalangan Eropa,  Belanda, dan Indo. Jadi sangat eksklusif. Alhasil sepak bola paling  disukai karena tidak memerlukan tempat khusus dan pribumi boleh  memainkannya.
Lapangan Singa (Lapangan Banteng) menjadi saksi di mana orang Belanda sering menggelar pertandingan panca lomba (vijfkam) dan tienkam (dasa lomba). Khusus untuk sepak bola, serdadu di tangsi-tangsi militer paling doyan bertanding. Mereka kemudian membentuk bond sepak bola atau perkumpulan sepak bola. Dari bond-bond itulah kemudian terbentuk satu klub besar. Tak hanya serdadu militer, tapi juga warga Belanda, Eropa, dan Indo membuat bond-bond serupa.
Dari bond-bond itu  kemudian terbentuklah Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB) yang  pada tahun 1927 berubah menjadi Nederlandsch Indische Voetbal Unie  (NIVU). Sampai tahun 1929, NIVU sering mengadakan pertandingan termasuk  dalam rangka memeriahkan pasar malam dan tak ketinggalan sebagai ajang  judi. Demikian Zeffry Alkatiri berkisah dalam Pasar Gambir, Komik Cina dan Es Shanghai.
Bond China menggunakan nama antara lain Tiong un Tong, Donar, dan UMS. Adapun bond pribumi biasanya mengambil nama wilayahnya, seperti Cahaya Kwitang, Sinar Kernolong, atau Si Sawo Mateng.
 Zeffry  menyebutkan, pada 1928 dibentuk Voetbalbond Indonesia Jacatra (VIJ)  sebagai akibat dari diskriminasi yang dilakukan NIVB. Sebelumnya bahkan  sudah dibentuk Persatuan Sepak Bola Djakarta (Persidja) pada 1925. Pada  19 April 1930, Persidja ikut membentuk Persatuan Sepak Bola Seluruh  Indonesia (PSSI) di gedung Soceiteit Hande Projo, Yogyakarta. Pada saat  itu Persidja menggunakan lapangan di Jalan Biak, Roxy, Jakpus.
Memasuki tahun 1930-an, pamor bintang lapangan Bond NIVB, G Rehatta dan de Wolf, mulai menemui senja berganti bintang lapangan bond China dan pribumi, seperti Maladi, Sumadi, dan Ernst Mangindaan. Pada 1933, VIJ keluar sebagai juara pada kejuaraan PSSI ke-3.
Pada masa Jepang, semua bond sepak  bola dipaksa masuk Tai Iku Koi bentukan pemerintahan militer Jepang. Di  masa ini, Taiso, sejenis senam, menggantikan olahraga permainan. Baru  setelah kemerdekaan, olahraga permainan kembali semarak.
Tahun  1948, pesta olahraga bernama PON (Pekan Olahraga Nasional) diadakan  pertama kali di Solo. Di kala itu saja, sudah 12 cabang olahraga yang  dipertandingkan. Sejalan dengan olahraga permainan, khususnya sepak  bola, yang makin populer di masyarakat, maka kebutuhan akan berbagai kelengkapan olahraga pun meningkat. Zeffry mencatat, di tahun 1960-1970-an, pemuda  Jakarta mengenal toko olahraga Siong Fu yang khusus menjual sepatu  bola. Produk dari toko sepatu di Pasar Senen ini jadi andalan sebelum  sepatu impor menyerbu Indonesia. Selain Pasar Senen, toko olahraga di  Pasar Baru juga menyediakan peralatan sepakbola.
Pengaruh Belanda dalam dunia sepak bola di Indonesia adalah adanya istilah henbal, trekbal (bola kembali), kopbal (sundul bola), losbal (lepas  bola), dan tendangan 12 pas. Istilah beken itu kemudian memudar  manakala demam bola Inggris dimulai sehingga istilah-istilah tersebut  berganti dengan istilah persepakbolaan Inggris. Sementara itu, hingga  1950 masih terdapat pemain indo di beberapa klub Jakarta. Sebut saja  Vander Vin di klub UMS; Van den Berg, Hercules, Niezen, dan Pesch dari  klub BBSA. Pemain indo mulai luntur di tahun 1960-an.
 
                     

 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar