
 Berdasarkan data Polda Metro Jaya, hingga Mei lalu, jumlah perjalanan  di Jakarta mencapai 20,7 juta perjalanan per hari. Adapun jumlah  kendaraan bermotor di DKI pada tahun 2009 lalu mencapai 6,5 juta unit.  Tahun ini, jumlah kendaraan mencapai 11 juta unit terdiri dari, 3 juta  unit kendaraan bermotor roda empat dan 8 juta unit kendaraan bermotor  roda dua.
Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ), Azas  Tigor Nainggolan mengatakan, melihat fakta itu, tidak logis jika beban  kemacetan hanya dilemparkan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saja.  Sebab, kata Tigor, Jakarta merupakan Ibu Kota negara yang harus juga  mendapat perhatian dari pemerintah pusat, karena seluruh kegiatan  pemerintahan, bisnis dan ekonomi bergerak cepat di kota ini.
“Melihat  makin beratnya kualitas kemacetan di Jakarta, maka diperlukan langkah  sistematis dan menyeluruh dalam mengupayakan penyelesaian kemacetan.  Seperti diperlukan kebijakan terintegrasi sebagai alat bantu strategis  dengan melibatkan warga dan pemerintah pusat,” ujar Tigor ditemui dalam  Dialog Publik Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) di Jakarta, Senin  (11/10/2010).
Salah satu rekomendasi yang telah diberikan DTKJ  kepada Pemprov DKI, dikatakan Tigor, yakni pemberlakukan zonasi parkir  sebagai salah satu instrumen mengurai kemacetan di Jakarta.
Selama  ini, DTKJ telah melakukan kajian terhadap kemacetan di Ibu Kota. Salah  satu program yang kemungkinan besar paling cepat dapat dijalankan, yaitu  perbaikan sistem menajemen parkir sebagai bagian dari transportasi.
“Parkir  merupakan program yang paling cepat dijalankan karena regulasinya sudah  ada. Kami harus menerapkan manajemen parkir yang baik untuk mengurangi  kemacetan di Jakarta. Khususnya manajemen parkir on street,” jelasnya.
Kepala  Incubator Teknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)  yang juga menjadi anggota DTKJ, Bambang Pujantio menegaskan, DTKJ juga  sudah melaksanakan kajian integrasi transportasi di Jakarta yang  berbasis rel.
Menurutnya, angkutan umum massal yang harus  diterapkan di DKI  yaitu angkutan yang harus mempunyai kapasitas angkut  besar, setara dengan mobil pribadi, biaya terjangkau dan berdampak  positif terhadap lingkungan.
“Angkutan umum seperti itu umumnya  dipunyai angkutan kereta. Di Jakarta sudah ada angkutan umum kereta api,  tapi belum di dukung dengan angkutan umum bus,” kata Bambang.
Dia  membandingkan, kota besar seperti Shanghai, Osaka, Madrid, Moskow, dan  Berlin yang telah memililki angkutan umum berbasis kereta dengan  transportasi pendukung bus-bus yang mempunyai jadwal pasti dan  terintegrasi dengan jadwal kereta api.
Belajar dari hal itu, DTKJ  telah membuat kajian, jalur-jalur bus termasuk busway harus terintegrasi  ke stasiun sehingga membantu warga dengan mudah mencapai stasiun.
“Kami sudah buat metodenya seperti jaringan laba-laba,” ujarnya.
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar