
                                                                       Ingin memiliki bentuk tubuh ideal dengan perut berbuku enam (six pack)?  Berolah tubuhlah di pusat kebugaran. Badan sehat, massa otot bertambah,  berat badan mencapai angka ideal, dan tubuh pun ”kering”.  Kering? ”Maksudnya kadar lemak dan airnya sedikit sehingga perut bisa six pack,” sahut Steven Yoswara (20), juara pertama L-Men of the Year 2009 yang berberat badan 69 kilogram dengan tinggi 179 sentimeter. Steven,  yang dulu mencari baju saja susah saking kurusnya, kini sudah mahir  melenggok di cat walk dan bahkan ditawari main sinetron. Selain itu, ia  dikontrak menjadi bintang iklan L-Men selama setahun. Baru tiga  tahun lalu Steven nge-gym (istilah gaul mereka yang datang ke pusat  kebugaran) di Hans Body Club di Bandung, Jawa Barat. Alatnya lokal dan  biaya latihan per bulan cuma Rp 75.000. Tambah Rp 200.000 jika ingin  memakai jasa personal trainer. Badan bagus, pola makan pun  berubah. Pagi sarapan roti gandum atau oatmeal, siang nasi merah plus  dada ayam bumbu bawang-jahe dan sup sayuran-daging. Makan malam seperti  siang dengan lauk diganti ikan. Ngemil-nya sup kacang merah dan  L-protein bar. Sama seperti Steven, Dimas Prasetia Argoebie (20),  pemain sepak bola Divisi III di klub VV, Lyra, Belanda, juga rutin  nge-gym. Dua tahun lalu, berat badannya mencapai 78 kilogram dengan  tinggi 179 sentimeter. Setelah berlatih rutin di pusat kebugaran Bodyku  dan Abdi Fitness di pinggir kali di daerah Sempur, Bogor, kini berat  Dimas menjadi 67 kilogram. Perutnya? Tentulah six pack. ”Saya  lihat juara L-Men badannya keren-keren. Pack-nya simetris dan rata. Kan,  ada tuh yang pack-nya berantakan, miring-miring. Bisa karena salah  latihan atau faktor genetik,” tutur Dimas, juara dua L-Men of the Year. Tawaran main pun mampir ke Dimas. Ia sebentar lagi shooting mini sinetron ke Perancis. Jadi pemeran utama pula. Untuk  menjadi L-Men of the Year, kata Meirza Hartoto, Manajer Marketing dan  Komunikasi Nutrifood, dia juga harus fotogenik dan memiliki karakter. Gaya hidup Begitulah  pusat kebugaran yang makin banyak bermunculan, khususnya di kota-kota  besar, ini menjadi tempat nongkrong anak muda yang ingin bertubuh sehat  sekaligus sedap dipandang. Nge-gym telah menjadi gaya hidup masyarakat  urban. Potensi pasar pusat kebugaran di Indonesia sangat luas  dengan tren yang meningkat. Gold’s Gym yang dibuka di Menteng, Jakarta,  pada Desember 2006 saat ini sudah memiliki delapan klub di Jakarta dan  satu di Bandung. Anggotanya 25.000 orang. Sebagai perbandingan, jumlah  klub Gold’s Gym di 32 negara di dunia saat ini 650 klub dengan jumlah  anggota 3,5 juta orang. ”Fitness sudah menjadi bagian dari  kehidupan, apalagi di kota besar. Pekerja cenderung duduk di kantor  seharian, pola makan salah, maka fitness centre dibutuhkan,” papar CEO  Gold’s Gym Francis Wanandi. Biaya untuk nge-gym di Gold’s Gym  bervariasi, Rp 330.000-Rp 490.000 per bulan. Mau sekaligus berenang?  Gold’s Gym Mall of Indonesia Kelapa Gading menyediakan kolam renang,  juga jogging track, dan ring tinju. Pusat kebugaran lain,  Celebrity Fitness, saat ini bahkan memiliki 70.000 anggota yang tersebar  di 15 klub di Jabodetabek dan Surabaya. ”Konsep kami adalah exercise, entertainment, dan lifestyle,” tutur Manajer Marketing dan Komunikasi Celebrity Fitness Adhitya Zainuddin. Biaya di Celebrity tidak jauh berbeda dengan Gold’s Gym, Rp 300.000 hingga Rp 550.000-an per bulan. Gold’s  Gym dan Celebrity Fitness hanyalah sekadar contoh pusat kebugaran yang  berpasar kaum menengah ke atas. Masih ada Fitness First yang juga  berlokasi di mal-mal. Itu belum termasuk yang untuk kalangan menengah  dan menengah bawah. Misalnya, di Abdi Fitness di Sempur, yang sekali  kita datang hanya membayar Rp 8.500. Pusat-pusat kebugaran itu  umumnya berada di mal-mal dan pusat perbelanjaan. Alhasil, pusat  kebugaran pun sudah menjadi bagian dari gaya hidup belanja dan cuci  mata. Ibu berbelanja, bapak berolahraga angkat beban, dan anak pun bisa  bermain. ”Fitness centre di mal ini mungkin hanya di Indonesia. Kami harus menyesuaikan dengan gaya hidup mal juga,” ujar Francis. Industri Munculnya  pusat kebugaran ini juga mendukung tumbuhnya industri olahraga. Merujuk  data Direktorat Perindustrian Departemen Perindustrian, nilai impor  peralatan olahraga saat ini mencapai 39 juta dollar AS dan paling besar  dari peralatan gimnastik. Sebetulnya, kalau mau dibandingkan  dengan negara tetangga Malaysia, penetrasi pasar untuk olahraga angkat  beban dan cardio ini masih lebih rendah. Penetrasi di Indonesia hanya  0,5 persen (di Jakarta 1,2 persen) dari populasi. Penetrasi di Malaysia  1,1 persen dan di Singapura 7,1 persen. Penetrasi ini bisa ditingkatkan  melalui edukasi. Baik Francis maupun Adhitya menegaskan, pusat kebugaran adalah tempat untuk olahraga. ”Jika perut jadi six pack, itu bonus,” cetus Francis. Namun,  apa salahnya mengejar bonus? Dimas, misalnya, biasa bermain bola.  Olahraga menjadi makanan sehari-hari. Namun, mengapa masih nge-gym juga?  ”Saya ingin punya tubuh yang sehat dan keren,” katanya. Maka itu, berolahragalah dan tunjukkan, ini perutku, mana perutmu?
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar