Minggu, 28 November 2010

''BIADAB SEKALI ''SEMENJAK DATANG HP SUMIATI LANSUNG DISITA

News publik :




Kisah pilu penyiksaan TKW asal NTB Sumiati terjadi sejak awal ia bekerja dengan majikannya, di Madinah 18 Juli 2010. Kebiadaban sang majikan yang berstatus janda dengan beberapa anak, telah tampak saat Sumiati menginjak kaki di rumah majikannya.

Sang majikan mengambil telepon genggam Sumiati dengan maksud agar tidak bisa berkomunikas dengan pihak luar. Bahkan sang majikan menerapkan pelarangan bicara dengan tetangga, apalagi memberi kabar ke saudara di kampung halamannya, Dompu, Bima, NTB.

Selama empat bulan bekerja dengan majikan, Sumiati yang masih berusia 23 tahun kerap dipukul baik dengan benda keras maupun benda tumpul.

"(Sumiati cerita) sejak masuk bekerja, dia mulai disiksa majikannya. Bahkan, Sumiati dilarang, diancam kalau bicara sama orang lain. Bahkan, dia enggak berani jawab meski teman sekampungnya tanya, ada apa," ujar paman Sumiati, Zulkarnain, saat dihubungi dan tengah mendampingi Sumiati di RS Kings Fahd Madinah, Minggu (20/11/2010).

Perilaku jahat sang majikan makin tak terkendali saat Sumiati beberapa kali disetrika dan dipukul dengan besi pada sejumlah bagian tubuhnya.

"Katanya (Sumiati), dia juga disetrika, dipukul pakai besi, pakai gelas. Kalau pakai kayu, katanya sudah enggak kehitung lagi," paparnya.

Dampak dari penyiksaan berkali-kali itu, lanjut Zulkarnain, tampak hampir di seluruh tubuhnya pada memar warna hitam, luka bagian alis, terkelupasnya bagian kulit kepala, dan retak di tulang tangan dan kaki.

"Warna hitam itu tanda kalau luka lama. Kakinya juga tidak bisa digerakin sama sekali," ujarnya.

Penyiksaan terhadap Sumiati tidak berhenti sampai di situ. Sumiati mengaku jarang diberi makan oleh majikannya. Hal ini terbukti dengan hasil pemeriksaan tim dokter, yang menyatakan usus Sumiati mengalami kekeringan.

"Kata dokter, itu tanda jarang makan," imbuhnya.

MARKIS KIDO/HENDRA SETIAWA MENYELAMAT MUKA INDONESIA DI BULUTANGKIS

RADAR JAMBI

Indonesia akhirnya bisa bernafas lega. Target untuk meraih minimal satu medali emas dari cabang olahraga bulu tangkis di arena Asian Games XVI bisa terwujud, setelah Markis Kido/Hendra Setiawan berhasil mengalahkan pasangan terkuat Malaysia, Koo Kien Keat/Tan Boon Heong.

Dalam laga final yang melelahkan dan penuh drama di Tianhe Gymnasium, Sabtu (20/11/10), Kido/Hendra menang 16-21, 26-24, 21-19. Hasil tersebut membuat ketegangan yang melanda kubu Indonesia langsung sirna seketika, dan berubah menjadi sukacita tiada tara.

Laksana setetes air yang membasahi tenggorokan yang kering, kesuksesan Kido/Hendra tersebut benar-benar menyejukkan dan melegakan. Di tengah krisis prestasi bulu tangkis Indonesia, mereka berhasil membuat seluruh rakyat Indonesia terharu dan bergembira karena mengibarkan bendera Merah Putih, serta memperdengarkan lagu Indonesia Raya, di negara orang. Jadi, sangat pantas jika kita berterima kasih kepada Kido/Hendra, yang jadi penyelamat tradisi emas bulu tangkis.

Pasangan yang sekarang sudah tidak bernaung di bawah atas Pelatnas Cipayung ini, sudah memberikan "nyawa" kedua bagi Indonesia di pentas olahraga multi-event. Sebelum di Asian Games ini, mereka juga menjadi penyumbang emas di Olimpiade Beijing 2008, sehingga Indonesia berhasil mempertahankan tradisi emas di dua event bergengsi tersebut.

Kido/Hendra mampu mewujudkan tekad yang sudah dicanangkan menjelang partai final. Usai mengalahkan salah satu musuh bebuyutannya dari Korea Selatan, Jung Jae Sung/Lee Yong Dae, di semifinal, Kido secara tegas mengatakan bahwa mereka siap "mati" untuk persembahkan medali emas.

"Selama ini lebih banyak kalahnya. Namun saat ini suasananya lain. Saya akan tampil all-out dan memberikan yang terbaik bagi Indonesia," ujar Kido, Jumat (19/11/10), yang ditimpali Hendra bahwa mereka hanya punya satu pilihan, yaitu emas bagi Indonesia.

Pernyataan mantan ganda nomor satu dunia tersebut menjadi kenyataan. Di atas lapangan, Kido/Hendra jatuh-bangun untuk meraih setiap poin yang sangat berharga demi mengharumkan nama besar Indonesia, yang dulu merupakan raksasa bulu tangkis.

Rekor buruk dalam pertemuan dengan Koo/Tan (di mana sebelum laga final ini kalah 3-5), tak membuat nyali Kido/Hendra ciut. Malah, serangan bertubi-tubi yang dilancarkan membuat pertahanan Koo/Tan koyak, dan akhirnya harus mengakui semangat pantang menyerah ganda nomor tiga dunia ini.

Kido/Hendra menunjukkan perjuangan yang sangat mengagumkan. Demi bangsa, mereka melupakan semua kendala yang dihadapi, termasuk kesedihan yang pernah dirasakan lantaran sempat disia-siakan oleh pengurus PBSI, ketika tidak mendaftarkan ke turnamen China Masters beberapa bulan lalu.

Ya, Kido/Hendra merasa persiapannya tidak mulus. Rangkaian hasil sepanjang musim 2010 menjadi salah satu bukti performa pasangan peraih perunggu Asian Games 2006 ini sedang turun, di mana mereka hanya bisa meraih satu gelar di Malaysia GP Gold bulan Juli lalu.

Belum lagi, mereka juga terpisah cukup lama karena sejak tampil di Kejuaraan Dunia bulan Agustus, pasangan ini tak pernah berduet lagi setelah batal tampil di Jepang Terbuka Super Series pada bulan September. Kondisi ini diperparah lagi dengan sakit yang membekap Hendra, sehingga mereka juga tak bisa ambil bagian dalam Indonesia Grand Prix Gold di Samarinda.

Kido dan Hendra baru bermain lagi di Denmark Terbuka Super Series pada akhir bulan lalu, dua pekan menjelang tampil di Asian Games 2010 ini. Di turnamen "pemanasan" tersebut, Kido/Hendra berhasil menembus final, tetapi ditaklukkan pemain tuan rumah yang juga peringkat satu dunia, Mathias Boe/Carsten Mogensen.

"Kalau dilihat dari hasil-hasil belakangan ini, agak berat bagi kami di Asian Games. Tetapi saya mau bermain maksimal, berusaha bermain sebaik mungkin," ujar Kido, sebelum berangkat ke Guangzhou.

Ternyata, mereka mewujudkan komitmen yang dicanangkan untuk negeri tercinta ini. Meskipun gagal di nomor beregu putra karena hanya mampu mempersembahkan perunggu, Kido/Hendra membayarnya dengan emas di nomor perseorangan.

Perjalanan untuk mempertahankan tradisi emas tersebut sangat melelahkan dan penuh ketegangan. Di perempat final, mereka lebih dulu menyingkirkan lawan berat dari Taiwan, Chen Hung Ling/Lin Yu Lang, sebelum menjegal lawan yang memiliki rekor pertemuan lebih bagus, Jung Jae Sung/Lee Yong Dae, untuk maju ke final.

Di partai puncak saat melawan Koo/Tan, yang merupakan juara bertahan, Kido/Hendra sempat membuat kubu "Merah Putih" terhenyak dan nyaris putus asa karena kalah 16-21 di game pembuka. Apalagi, dia game kedua pun, Kido/Hendra harus menyelesaikannya dengan lima kali deuce, sebelum menang 26-24.

Beruntung, pada game ketiga, Kido/Hendra bisa mengatasi tekanan. Meskipun sempat unggul 15-9 dan dikejar lawan hingga skor menjadi ketat 19-19, ganda putra terbaik Indonesia ini akhirnya menang 21-19. Sontak, mencairlah ketegangan yang menghinggapi para pecinta bulu tangkis di Tanah Air, termasuk mantan Ketua Umum KONI Agum Gumelar, Ketua Umum KONI Rita Subowo, dan mantan ketua PB PBSI Sutiyoso, yang menyaksikan secara langsung duel di Tianhe Gymnasium, Guangzhou.
"Saya senang hari ini bisa mengatasi pertandingan yang sulit dan penuh tekanan, dan senang karena tidak jadi kalah pada saat kami dalam posisi kritis," ujar Kido, usai memenangkan partai final.

Jadilah, target meraih minimal satu emas sebagai tradisi Asian Games, bisa terwujud. Padahal, sebelumnya Indonesia berada dalam kondisi kritis untuk meraih target itu, setelah semua wakil di sektor putri tersingkir, begitu juga dengan ganda campuran dan tunggal putra. Terima kasih, Kido dan Hendra!

GAYUS JADI MAINAN POLITIK PARTAI BERKUASA

RADAR JAMBI


Gayus Halomoan Tambunan saat mengikuti persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (8/9/2010).
Setara Institute mencurigai aktifnya Satgas Pemberantasan Mafia Hukum dalam menangani kasus kaburnya Gayus HP Tambunan. Setara Institute menuding, keterlibatan Satgas ini adalah mainan politik gaya baru pemerintah yang saat ini dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Gayus selalu berada dalam pusaran kendali Satgas dan menopang permainan politik tingkat tinggi partai berkuasa.
Gayus diduga menjadi martil untuk menekan pihak lain yang memiliki sumber daya politik kuat dan potensial mengancam kekuasaan partai berkuasa pada Pilpres 2014.
"Gayus selalu berada dalam pusaran kendali Satgas dan menopang permainan politik tingkat tinggi partai berkuasa. Buktinya, Gayus lebih senang blak-blakan dengan Satgas dibanding dengan institusi hukum formal yang sebenarnya memiliki kewenangan," tulis Ketua Badan Presidium Setara Institute, Hendardi, di Jakarta, Sabtu (20/11/2010).
"Siapa pun tahu, Golkar adalah kekuatan politik yang tidak bisa dianggap remeh, apalagi dalam kendali Aburizal Bakrie yang memiliki sumber dana paling kuat. Dan, Bakrie dicurigai banyak pihak pernah menggunakan jasa Gayus dalam urusan pajak," lanjut Hendardi.
Menurut Hendardi, perseteruan babak lanjut ini hanya akan memperparah bobroknya penegakan hukum yang merugikan publik.
Sementara itu, pernyataan pengacara Gayus, Adnan Buyung Nasution, bahwa Satgas tahu mafia perpajakan tapi tidak berdaya karena ada penghalang, menegaskan bahwa pembentukan Satgas sejak awal memang sarat muatan politik.
"Satgas dibentuk sebagai alat pencitraan dan boneka pemerintah. Fungsi dan wewenangnya tidak jelas dalam sistem dan mekanisme hukum nasional. Korupsi berhubungan dengan uang rakyat yang dikelola negara," tegasnya.
Oleh karena itu, Hendardi meminta agar kasus Gayus, mafia hukum, dan perpajakan lain ditangani oleh KPK dengan koordinasi kepolisian dan kejaksaan.
"Bukan ditangani oleh lembaga ekstra-konstitusional semacam Satgas sehingga tidak jadi bulan-bulanan politik saja," tegas Hendardi.

Gilaaa...! Emas Ketiga dari Perahu Naga

RADAR JAMBI
Sabtu, 20 November 2010 | 09:49 WIB

Tim perahu naga putra Indonesia, yang menyabet medali emas pertama bagi kontingen Indonesia di Asian Games XVI, Kamis (18/11/10).
Tim putra perahu naga Indonesia berhasil mempersembahkan medali emas ketiga bagi Kontingen "Merah Putih" setelah tampil tercepat pada final 250 meter di Danau Zengcheng, Guangzhou, Sabtu (20/11/2010).

Para pedayung Indonesia finis terdepan pada nomor itu dengan catatan waktu 48,681 detik. Medali perak diraih tim putra Myanmar dengan catatan waktu 49,401 detik dan perunggu oleh China dengan catatan waktu 49,467 detik.
Bagi tim putra perahu naga Indonesia ini, sukses ketiga kalinya setelah sebelumnya mempersembahkan medali emas di nomor 1.000 meter dan 500 meter.

Pada hari yang sama juga dilaksanakan final 250 meter putri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar