Koordinator Group Diskusi 77-78 M Hatta Taliwang, pada acara Renungan Kemerdekaan ke-65 RI di Jakarta, Kamis (12/8/2010), menyerukan perlawanan terhadap pemerintahan saat ini yang dinilainya beraliran ekonomi neoliberalisme.
Hatta pun memaparkan beberapa data yang mendukung pendapatnya bahwa pemerintah saat ini beraliran neoliberalisme. "Penjualan putus gas Donggi Senoro ke Mitsubishi, misalnya, menghilangkan potensi perolehan negara sebesar 500 juta dollar AS per tahun atau setara dengan Rp 4,5 triliun. Padahal, Pertamina jauh lebih pengalaman dalam membangun dan menjual liquid natural gas. Kenapa aset negara strategis ini dilepas begitu saja?" katanya.
Hatta mengatakan, Malaysia dulu pernah belajar dari Indonesia soal pengelolaan gas alam. "Petronas awalnya banyak belajar dari Pertamina. Tapi kini, menurut Dr Kurtubi dan Marwan Batubara, aset Petronas lima kali lebih besar dari Pertamina. Apakah ini karena kehebatan orang Malaysia atau karena Pertamina secara perlahan digerogoti dari dalam oleh mafia migas atau konspirasi kapitalis?" tanyanya.
Hatta juga menyoroti ekonomi Indonesia yang hanya dikendalikan sekitar 400 keluarga kaya di Indonesia. Mereka dikatakan bercokol sejak era Orde Baru. Para keluarga konglomerat ini dikatakan mendapat monopoli kredit murah, perlindungan tarif, kuota, dan lainnya.
"Ini karena mereka memberi upeti kepada penguasa. Sementara usaha kecil yang puluhan juta dianiaya, digusur, dan dipinggirkan," katanya.
Hatta juga menyeroti merebaknya jumlah hipermarket di Indonesia. Menurutnya, saat ini terdapat 63 hipermarket yang tersebar di 22 kota di Indonesia. Sementara itu, nasib jutaan warung-warung kelontong kian terhimpit. "Pasar tradisional yang dikelola PD Pasar Jaya tinggal 150-an dan dalam keadaan babak belur. Penghuni pasar tradisional yang mayoritas pribumi memelas dan menjerit ketika pendapatannya terus melorot. Siapa peduli mereka?" katanya.
Diposkan oleh JAMBI EKSPRES
Tidak ada komentar:
Posting Komentar