Sabtu, 18 September 2010

Kehutanan Perusak Hutan Harus Ditindak

News publik :


ilustrasi perusakan hutan

Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menilai perambahan kawasan hutan oleh penambangan liar dan perkebunan telah begitu masif. Upaya penertiban secara persuasif sulit dilakukan sehingga Kementerian Kehutanan meminta penegakan hukum yang lebih tegas.

Hal ini disampaikan seusai memimpin rapat pimpinan jajaran Eselon I Kementerian Kehutanan di Jakarta, Senin (16/8/2010). Sampai saat ini baru 10 gubernur merespons surat Menteri Kehutanan Nomor S.95/Menhut-IV/2010 tanggal 22 Februari yang meminta laporan soal perambahan kawasan hutan di wilayah masing-masing.

"Ilegal mining dan perambahan oleh perkebunan yang begitu masif tidak mudah pembahasannya. Tidak ada pilihan dan menurut undang-undang harus ditegakkan hukum, ini yang lagi diproses dan diatur langkah-langkah berikutnya," kata Zulkifli Hasan.

Saat ini ada 20 juta hektar kawasan hutan eks-hak pengusahaan hutan (HPH) yang tidak dibebani izin dan diserahkan pengawasannya kepada pemerintah daerah. Namun, pengawasan yang lemah turut memicu sebagian ka wasan hutan telah beralih fungsi, termasuk 3 juta hektar hutan yang telah menjadi perkebunan tanpa izin.

Sepuluh gubernur yang telah melaporkan perambahan hutan adalah Sumatera Utara (23 kasus perkebunan tanpa izin), Kalimantan Timur (42 kasus perkebunan dan 181 kasus pertambangan), Sulawesi Tenggara (6 kasus perkebunan dan tambang tanpa izin), Lampung ( 5 kasus tambang ilegal), Kalimantan Tengah (456 kasus tambang tanpa izin dan 964.000 hektar kebun tanpa izin), Bangka Belitung (87 tambang dan kebun tanpa izin), Nanggroe Aceh Darussalam (49 kasus tambang tanpa izin), Papua Barat (13 kasus tambang tanpa izin), Papua (7 kasus tambang tanpa izin), dan Bali (58 sertifikat terbit di kawasan hutan).

Menurut Menhut, perkembangan laporan tersebut akan terus dievaluasi dan dipantau realisasi di lapangan. Kementerian Kehutanan mendesak agar langkah penegakan hukum berjalan simultan agar upaya penurunan penggundulan hutan dan degradasi lahan bisa berhasil.

"Kami akan koordinasikan dengan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum dan tim gabungan penegakan hukum kehutanan agar (laporan yang masuk) terus ditindaklanjuti. Saya tidak ingin ditangani tetapi tidak ada langkah yang pasti atau tidak ada hasil," ujar Zulkifli.

Penegakan hukum kehutanan kini menjadi tuntutan utama. Pengawasan yang lemah dan pemekaran wilayah yang kurang menghitung daya dukung kawasan membuat tekanan terhadap hutan semakin berat.

Hal ini juga terjadi di Taman Nasional Gunung Leuser di Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam. Sedikitnya 15.000 hektar hutan produksi di kawasan penyangga TNGL sudah dirambah pengusaha perkebunan kelapa sawit dan b aru 7.000 hektar yang telah dikembalikan ke pemerintah melalui Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser (BPKEL).

Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Darori menambahkan, tim penegakan hukum akan segera turun ke lapangan. Darori telah menyurati para bupati yang tak kunjung melaporkan perambahan hutan di wilayahnya melalui gubernur untuk mempersiapkan data untuk memaparkan di hadapan tim penegak hukum pusat.

"Mereka nanti wajib mengekspos pelanggaran kawasan hutan di kantor Polda. Kami akan mulai dari Kalimantan. Memang tidak mudah penegakan hukum kehutanan ini," ujar Darori.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar